Sabtu, 10 September 2016

MATRIK DAN NASKAH


JUDUL BUKU
Mereka Yang Bangkit
PENULIS
Muhammad Furqon
Kelompok
KMO7 Grup 8
JENIS BUKU
Non Fiksi Kisah Inspirasi
TARGET PEMBACA
Usia: 20 sd 45 tahun
Pendidikan: Minimal SMA
WILAYAH: Kota Besar
PROFESI: -
FISIK BUKU
HALAMAN NASKAH: 100 Halaman
UKURAN BUKU: 15 x 20
Cover: Soft Cover (Tolong design kan)
PERKIRAAN JUMLAH HALAMAN BUKU: 200 Hal
PERKIRAAN HARGA JUAL: Rp. 45.000 sd 60.000
LATAR BELAKANG
Kisah seorang pekerja sosial dan kisah-kisah kaum dhuafa yang bangkit dr keterpurukan
KONSEP
Menyajikan kisah inspiratif dan model-model pemberdayaan kaum dhuafa dari sisi ekonomi. Serta menyajikan perjuangan hidup yang tiada henti meski ujian silih berganti
DESAIN
Illustrasi yang Menggambarkan semangat dan kebangkitan
MANFAAT BAGI PEMBACA DAN KELEBIHAN
-          Menunjukkan ada orang-orang yang berjuang demi kebahagiaan orang lain
-          Menunjukkan bahwa banyak masalah sosial di Indonesia akibat ketidak merataan kesempatan
-          Pembaca bisa mengambil pelajaran dari orang-orang dalam buku
-          Menggugah simpati dan empati pembaca terhadap masalah sosial di sekitarnya
-          MEnggerakkan pembaca untuk berbuat sesuatu bagi kebaikan orang lain
FAKTOR LAIN
Hal yang bisa membatalkan orang untuk tidak membeli buku ini:
-          Banyak buku inspirasi seperti ini
-          Pembaca senangnya baca kisah orang sukses bukan orang susah
-          dll





MEREKA YANG BANGKIT

JALAN HIDUP
       Setiap nafas memiliki iramanya sendiri. Demikian juga yang mengeluarkan nafas memiliki karakter tersendiri. Karakter bisa saya artikan sebagai sebuah kebiasaan yang sudah mendarah daging sehingga menjadi ciri khas seseorang. Setiap insan dengan karakternya masing-masing akan membawa kisah yang berbeda pula. Rajutan kisah hidup inilah yang akan meembawa mereka pada satu titik pilihan hidup yang akan dijalaninya.

       Karakter yang disertai dengan semangat dan keyakinan akan menghasilkan langkah hidup yang tegas, tenang dan tersistematis. Demikianlah saya menggambarkan sebuah pilihan hidup yang telah terpilih. Dengan sendirinya karakter tersebut telah menjadi sebuah medan magnet yang akan merekatkannya dengan orang-orang yang serupa.

       Kehidupan yang dijalani pemuda ini tak terlepas dari medan magnet yang terpendar dari dalam dirinya. Yang menyebabkan dia berkumpul dengan insan-insan yang memiliki visi dan misi yang sama. Dunia organisasi dan religi menjadi magnet yang kuat, sehingga a terdampar di aula sebuah Masjid besar.

Passion
       Mereka berkumpul dengan passion yang sama. Passion yang membawa mereka ke lereng-lereng yang sulit dilalui, sekedar membawa peralatan sekolah bagi anak-anak yang hidup dalam kegelapan di malam hari dengan suara hewan-hewan yang entah apa namanya.

       Passion yang membawa mereka berjalan dari pintu ke pintu untuk mengajukan sebendel kertas dengan tujuan akhir, kuitansi terisi nominal donasi dari yang bersimpati. Terkadang tatapan sinis penuh uji hamper menyurutkan langkah mereka. Namun kembali passion itu menyala dan akhirnya menjadi api yang membara.

Kerja Sosial
       Menjadi berbeda, ketika insan seusia mereka sedang mengadu nyali di jalanan dengan mesin meraung. Ketika insan seusia mereka sedang menghabiskan jatah bulanan dari keringat orangtua. Ketika insan seusia mereka sedang asyik menggoda si jantan dan betina di pinggir jalan.

       Mereka justru merenung, bertafakur, menyimak dan akhirnya nyenyak sebelum sepertiga malam membangunkan mereka untuk menyujud. Medan magnet yang begitu kuat telah melenakan mereka dari kegembiraan sesaat dunia, mereka menyelami penderitaan kaum marjinal yang jumlahnya makin hari makin banyak. Mereka bertarung dengan pikiran, bagaimana menyelaraskan ide-ide di kepala dengan aksi nyata.

       Kerja sosial menjadi jawabannya. Mengubah kisah sedih menjadi kisah bahagia. Mengubah kegelapan menajadi terang benderang. Mengubah lereng gunung penuh dengan anak-anak yang membaca kalam Tuhan. Semua itu adalah sebagian cita-cita yang mereka titipkan ke langit.

       Dengan passion tadi mereka memulai berbagai project sosial, kerja bhakti, sunatan massal, alat pendidikan, pembagian sembako, pelatihan kerja, bantuan modal menjadi senjata mereka untuk menaikkan derajat si papa.

Karena Tidak Bisa Membantu
       Tidak lain, mengapa mereka melepas jubah malu untuk mengetuk pintu-pintu yang terkunci rapat, menggedor rasa simpati, memaksa jari jemari para aghniya merogoh kantongnya yang berisi lembaran rupiah, karena mereka sadar bahwa mereka tidak bisa melakukan itu.

       Karena anak-anak muda ini tidak bisa melakukannya, maka mereka ‘memaksa’ orang lain yang melakukannya. Dengan kisah-kisah titipan dari lereng gunung, dengan gambar anak-anak yang bertelanjang kaki berangkat ke sekolah sejauh yang tidak bisa kita bayangkan. Mereka kumpulkan rupiah demi rupiah untuk mewujudkan ide-ide mereka menjadi nyata

Sebuah Cita-cita
       Tidak terlalu muluk cita mereka, bisa melihat orang lain bahagia adalah sebuah kebahagiaan juga. Melihat anak-anak bisa bersepatu berlari mengejar waktu bel sekolah di lereng gunung adalah cita mereka. Melihat sebuah keluarga tertawa geli melihat anaknya yang meringis karena disunat pak Mantri adalah sebuah kebahagiaan juga.

       Tidak muluk-muluk jika cita mereka bisa terwujud, yaitu menjadikan yang menerima saat ini menjadi pemberi di saat yang lain. Dhuafa menjadi aghniya.


NURANI YANG SENDIRI
       Passion itu membawa kisah berikut ini:
       Seorang Nurani yang menggandeng anaknya seorang diri, mengamen demi memastikan besok mereka masih bisa makan nasi. Ya, Nurani seorang janda muallaf yang dulunya bersuamikan muallaf juga.
      
       Sepeninggal penopang nafkah keluarga, Nurani bingung. Mau kemana langkah kaki ini? Kembali ke keluarga besar, tentulah sangat besar tantanganya. Melepas keyakinannya kini menjadi syarat mutlak. Dan dia memilih untuk tetap menggenggamnya meskipun resiko tidur tak beralas menjadi kesehariannya.

       Bersama anak lelakinya, setiap hari Nurani menelusuri jalan. Menggemakan suaranya yang parau mengiba belas kasihan orang lain. Sesekali beristirahat. Dan masjid menjadi yang lokasi favoritnya. Dan Allah Maha Pemberi Rizqi. Ar Rozak demikian sebutan-Nya menggerakkan seseorang untuk memberikan kartu nama sebuah lembaga zakat.

       Dengan keraguan Nurani menuju ke kantor lembaga zakat tersebut. Melalui wawancara singkat, dibuatlah janji petugas lembaga zakat akan mengunjungi kediammnya. Dengan hati berbunga dia mengiyakan. Akhirnya dengan dana bantuan dari lembaga zakat Nurani memulai babak baru hidupnya.

       Dia berjualan nasi uduk di sebuah mall, bukan..bukan di kios mall, tapi dia bawa nasi yang sudah dibungkus dari rumahnya. Penjaga toko dengan gaji di bawah UMR menjadi pelanggan setia nasinya yang murah meriah. Seiring waktu pelanggannya makin bertambah. Tentu saja memerlukan peralatan yang lebih menunjang. Lembaga zakat kembali membantunya. Hingga akhirnya dia bisa melayani semua pesanan nasi uduknya.

       Dengan semangat dia mulai menata kehidupannya. Dia tanggalkan alat musik buatan sendiri yang selama ini menemani suaranya yang parau bernyanyi ala kadarnya.

       Itulah kisah Nurani yang mampu bangkit dari titik nadir kehidupannya. Dari tangan di bawah, kini ia mampu menyisihkan beberapa rupiah untuk orang yang senasib seperti dirinya.


HIDUP DIJALANAN

       Lain lagi kisah Anggie. Dia adalah salah seorang yang oleh pemerintah di sebut sebagai penyandang masalah sosial. Hingga akhirnya dia harus dibina di dinas sosial, meski demikian dia tetap harus menyambung hidupnya dengan mengamen.

       HIngga akhirnya Anggie bosan juga menjadi beban pemerintah, bosan tiap hari harus kucing-kucingan dengan satpol PP dengan preman penguasa jalanan dan berbagai jenis preman lainnya.

       Sebagai manusi normal Anggi menginginkan kehidupan normal dan tenang. Bekerja dan mempu membina rumah tangga. Kehidupan di penampungan mempertemukannya dengan sesame penyandang masalah sosial. Anak jalanan juga. Gadis itu bernama Desy Arisandy. Dengan keideman persoalan hidup mereka membuat semuanya menjadi serasa memudahkan perjodohan mereka.

       Janji sehidup semati diikrarkan. Namun persoalan hidup tetaplah persoalan hidup, yang harus di carikan jalan keluarnya.

       Karena telah berkeluarga mereka harus keluar dari penampungan, mencari kehidupan di luar dengan berbagai tantangannya.

       Bekal ketrampilan menjadi senjata utama. Desy memiliki keahlian memasak empek-empek, namun modal menjadi kendala. Hingga mereka memberanikan diri untuk meminda bantuan Lembaga zakat. Dengan modal awal gerobak dan bahan pembuat mepek-empek mereka mencoba peruntungan hidup. Namun, saying bisa jadi tidak berjodoh usaha mereka goyah dan tidak bisa dilanjutkan.

       Datang tawaran untuk ikut program transmigrasi. Sebuah harapan baru bagi mereka. Akhirnya mereka ikut pelatihan selama hampir sebulan di Klaten. Naas tak bis dibendung, menjelang keberangkatan, Desy divonis mengalami gangguan ginjal, sehingga haru menjalani cuci darah seminggu dua kali. Rutin.

       Bak sambaran petir, ketika harapan mereka hampir terwujud untuk transmigrasi sebuah perjalanan yang sangat berat harus mereka lalui. Apalagi harta yang tidak seberapa sudah habis untuk mengurusi proses transmigrasi.

       Dengan penuh harapan mereka kembali ke lembaga zakat. Sempat mengalami kesulitan karena haru menjadi pasien umum dengan biaya sendiri. Tidak terbayangkan berapa biaya untuk cuci darah dan obat-obatan lainnya. Sudah hamper sebulan Desy tidak cuci darah. Kulitnya mulai menghitam dan gatal mulai dirasakan. Itu tanda darahnya sudah tidak bersih lagi.

       Akhirnya dengan bantuan lembaga zakat, Desy bisa cuci darah. Ia mendapatkan jadwal rutin di sebuah rumah sakit.

       Kini kembali masalah lain menghadang. Bagaimana mereka akan membiayai kehidupannya. Lembaga zakat kembali mengulurkan tangan untuk membantu mereka memulai usaha baru.

       Kini mereka mulai bisa menata kehidupan, berjualan sandal di beberapa pusat keramaian menjadi kesibukan yang mendatangkan uang. Yang artinya, kehidupan mereka akan lebih baik kedepannya. Insya Allah.


SEBUAH HIKMAH

       Kisah nyata di atas adalah sebuah gambaran kecil dari kehidupan jutaan rakyat jelata di negeri ini. Sementara tidak jauh dari mereka ada kaum borju yang menghamburkan uang tanpa kira-kira. Tugas kita untuk menjadi jembatan, karena bisa jadi si papa menjaga harga diri untuk tidak meminta, dan si kaya tidak tahu cara untuk membantu.

       Kehidupan ini singkat, harta hanya sekedar lewat. Menjadikannya abadi dengan berbagi adalah sebuah kebijakan kehidupan yang sangat mulia. Saatnya berbagi dan menjadi salah satu factor pengubah keadaan orang lain menjadi lebih baik lagi.
Next
This is the most recent post.
Posting Lama

1 komentar:

  1. Cakap..... ini mah bukan buku pertama sepertinya, udah profesional bingits....

    BalasHapus

Copyright © 2012 furqon online All Right Reserved
Shared by Themes24x7