MATRIK DAN NASKAH
JUDUL BUKU
|
Mereka Yang Bangkit
|
PENULIS
|
Muhammad Furqon
|
Kelompok
|
KMO7 Grup 8
|
JENIS BUKU
|
Non Fiksi Kisah Inspirasi
|
TARGET PEMBACA
|
Usia: 20 sd 45 tahun
|
Pendidikan: Minimal SMA
|
|
WILAYAH: Kota Besar
|
|
PROFESI: -
|
|
FISIK BUKU
|
HALAMAN NASKAH: 100 Halaman
|
UKURAN BUKU: 15 x 20
|
|
Cover: Soft Cover (Tolong design
kan)
|
|
PERKIRAAN JUMLAH HALAMAN BUKU: 200
Hal
|
|
PERKIRAAN HARGA JUAL: Rp. 45.000
sd 60.000
|
|
LATAR BELAKANG
|
Kisah seorang pekerja sosial dan
kisah-kisah kaum dhuafa yang bangkit dr keterpurukan
|
KONSEP
|
Menyajikan kisah inspiratif dan
model-model pemberdayaan kaum dhuafa dari sisi ekonomi. Serta menyajikan
perjuangan hidup yang tiada henti meski ujian silih berganti
|
DESAIN
|
Illustrasi yang Menggambarkan
semangat dan kebangkitan
|
MANFAAT BAGI PEMBACA DAN KELEBIHAN
|
-
Menunjukkan ada
orang-orang yang berjuang demi kebahagiaan orang lain
-
Menunjukkan bahwa banyak
masalah sosial di Indonesia akibat ketidak merataan kesempatan
-
Pembaca bisa mengambil
pelajaran dari orang-orang dalam buku
-
Menggugah simpati dan
empati pembaca terhadap masalah sosial di sekitarnya
-
MEnggerakkan pembaca
untuk berbuat sesuatu bagi kebaikan orang lain
|
FAKTOR LAIN
|
Hal yang bisa membatalkan orang
untuk tidak membeli buku ini:
-
Banyak buku inspirasi
seperti ini
-
Pembaca senangnya baca
kisah orang sukses bukan orang susah
-
dll
|
|
|
MEREKA YANG
BANGKIT
JALAN HIDUP
Setiap nafas
memiliki iramanya sendiri. Demikian juga yang mengeluarkan nafas memiliki
karakter tersendiri. Karakter bisa saya artikan sebagai sebuah kebiasaan yang
sudah mendarah daging sehingga menjadi ciri khas seseorang. Setiap insan dengan
karakternya masing-masing akan membawa kisah yang berbeda pula. Rajutan kisah
hidup inilah yang akan meembawa mereka pada satu titik pilihan hidup yang akan
dijalaninya.
Karakter yang
disertai dengan semangat dan keyakinan akan menghasilkan langkah hidup yang
tegas, tenang dan tersistematis. Demikianlah saya menggambarkan sebuah pilihan
hidup yang telah terpilih. Dengan sendirinya karakter tersebut telah menjadi
sebuah medan magnet yang akan merekatkannya dengan orang-orang yang serupa.
Kehidupan yang
dijalani pemuda ini tak terlepas dari medan magnet yang terpendar dari dalam
dirinya. Yang menyebabkan dia berkumpul dengan insan-insan yang memiliki visi
dan misi yang sama. Dunia organisasi dan religi menjadi magnet yang kuat,
sehingga a terdampar di aula sebuah Masjid besar.
Passion
Mereka berkumpul
dengan passion yang sama. Passion yang membawa mereka ke lereng-lereng yang
sulit dilalui, sekedar membawa peralatan sekolah bagi anak-anak yang hidup
dalam kegelapan di malam hari dengan suara hewan-hewan yang entah apa namanya.
Passion yang
membawa mereka berjalan dari pintu ke pintu untuk mengajukan sebendel kertas
dengan tujuan akhir, kuitansi terisi nominal donasi dari yang bersimpati. Terkadang
tatapan sinis penuh uji hamper menyurutkan langkah mereka. Namun kembali
passion itu menyala dan akhirnya menjadi api yang membara.
Kerja Sosial
Menjadi
berbeda, ketika insan seusia mereka sedang mengadu nyali di jalanan dengan
mesin meraung. Ketika insan seusia mereka sedang menghabiskan jatah bulanan
dari keringat orangtua. Ketika insan seusia mereka sedang asyik menggoda si
jantan dan betina di pinggir jalan.
Mereka justru merenung,
bertafakur, menyimak dan akhirnya nyenyak sebelum sepertiga malam membangunkan
mereka untuk menyujud. Medan magnet yang begitu kuat telah melenakan mereka
dari kegembiraan sesaat dunia, mereka menyelami penderitaan kaum marjinal yang
jumlahnya makin hari makin banyak. Mereka bertarung dengan pikiran, bagaimana
menyelaraskan ide-ide di kepala dengan aksi nyata.
Kerja sosial
menjadi jawabannya. Mengubah kisah sedih menjadi kisah bahagia. Mengubah kegelapan
menajadi terang benderang. Mengubah lereng gunung penuh dengan anak-anak yang
membaca kalam Tuhan. Semua itu adalah sebagian cita-cita yang mereka titipkan
ke langit.
Dengan passion
tadi mereka memulai berbagai project sosial, kerja bhakti, sunatan massal, alat
pendidikan, pembagian sembako, pelatihan kerja, bantuan modal menjadi senjata
mereka untuk menaikkan derajat si papa.
Karena Tidak Bisa Membantu
Tidak lain,
mengapa mereka melepas jubah malu untuk mengetuk pintu-pintu yang terkunci
rapat, menggedor rasa simpati, memaksa jari jemari para aghniya merogoh
kantongnya yang berisi lembaran rupiah, karena mereka sadar bahwa mereka tidak
bisa melakukan itu.
Karena anak-anak
muda ini tidak bisa melakukannya, maka mereka ‘memaksa’ orang lain yang
melakukannya. Dengan kisah-kisah titipan dari lereng gunung, dengan gambar
anak-anak yang bertelanjang kaki berangkat ke sekolah sejauh yang tidak bisa
kita bayangkan. Mereka kumpulkan rupiah demi rupiah untuk mewujudkan ide-ide
mereka menjadi nyata
Sebuah Cita-cita
Tidak
terlalu muluk cita mereka, bisa melihat orang lain bahagia adalah sebuah kebahagiaan
juga. Melihat anak-anak bisa bersepatu berlari mengejar waktu bel sekolah di
lereng gunung adalah cita mereka. Melihat sebuah keluarga tertawa geli melihat
anaknya yang meringis karena disunat pak Mantri adalah sebuah kebahagiaan juga.
Tidak muluk-muluk
jika cita mereka bisa terwujud, yaitu menjadikan yang menerima saat ini menjadi
pemberi di saat yang lain. Dhuafa menjadi aghniya.
NURANI YANG SENDIRI
Passion
itu membawa kisah berikut ini:
Seorang Nurani
yang menggandeng anaknya seorang diri, mengamen demi memastikan besok mereka
masih bisa makan nasi. Ya, Nurani seorang janda muallaf yang dulunya
bersuamikan muallaf juga.
Sepeninggal
penopang nafkah keluarga, Nurani bingung. Mau kemana langkah kaki ini? Kembali ke
keluarga besar, tentulah sangat besar tantanganya. Melepas keyakinannya kini
menjadi syarat mutlak. Dan dia memilih untuk tetap menggenggamnya meskipun
resiko tidur tak beralas menjadi kesehariannya.
Bersama anak
lelakinya, setiap hari Nurani menelusuri jalan. Menggemakan suaranya yang parau
mengiba belas kasihan orang lain. Sesekali beristirahat. Dan masjid menjadi yang
lokasi favoritnya. Dan Allah Maha Pemberi Rizqi. Ar Rozak demikian sebutan-Nya
menggerakkan seseorang untuk memberikan kartu nama sebuah lembaga zakat.
Dengan keraguan
Nurani menuju ke kantor lembaga zakat tersebut. Melalui wawancara singkat,
dibuatlah janji petugas lembaga zakat akan mengunjungi kediammnya. Dengan hati
berbunga dia mengiyakan. Akhirnya dengan dana bantuan dari lembaga zakat Nurani
memulai babak baru hidupnya.
Dia berjualan
nasi uduk di sebuah mall, bukan..bukan di kios mall, tapi dia bawa nasi yang
sudah dibungkus dari rumahnya. Penjaga toko dengan gaji di bawah UMR menjadi
pelanggan setia nasinya yang murah meriah. Seiring waktu pelanggannya makin
bertambah. Tentu saja memerlukan peralatan yang lebih menunjang. Lembaga zakat
kembali membantunya. Hingga akhirnya dia bisa melayani semua pesanan nasi
uduknya.
Dengan semangat
dia mulai menata kehidupannya. Dia tanggalkan alat musik buatan sendiri yang
selama ini menemani suaranya yang parau bernyanyi ala kadarnya.
Itulah kisah
Nurani yang mampu bangkit dari titik nadir kehidupannya. Dari tangan di bawah,
kini ia mampu menyisihkan beberapa rupiah untuk orang yang senasib seperti
dirinya.
HIDUP DIJALANAN
Lain lagi kisah Anggie. Dia adalah
salah seorang yang oleh pemerintah di sebut sebagai penyandang masalah sosial. Hingga
akhirnya dia harus dibina di dinas sosial, meski demikian dia tetap harus
menyambung hidupnya dengan mengamen.
HIngga akhirnya Anggie bosan juga menjadi beban pemerintah,
bosan tiap hari harus kucing-kucingan dengan satpol PP dengan preman penguasa
jalanan dan berbagai jenis preman lainnya.
Sebagai manusi normal Anggi menginginkan kehidupan normal dan
tenang. Bekerja dan mempu membina rumah tangga. Kehidupan di penampungan
mempertemukannya dengan sesame penyandang masalah sosial. Anak jalanan juga. Gadis
itu bernama Desy Arisandy. Dengan keideman persoalan hidup mereka membuat
semuanya menjadi serasa memudahkan perjodohan mereka.
Janji sehidup semati diikrarkan. Namun persoalan hidup
tetaplah persoalan hidup, yang harus di carikan jalan keluarnya.
Karena telah berkeluarga mereka harus keluar dari penampungan,
mencari kehidupan di luar dengan berbagai tantangannya.
Bekal
ketrampilan menjadi senjata utama. Desy memiliki keahlian memasak empek-empek,
namun modal menjadi kendala. Hingga mereka memberanikan diri untuk meminda
bantuan Lembaga zakat. Dengan modal awal gerobak dan bahan pembuat mepek-empek
mereka mencoba peruntungan hidup. Namun, saying bisa jadi tidak berjodoh usaha
mereka goyah dan tidak bisa dilanjutkan.
Datang tawaran
untuk ikut program transmigrasi. Sebuah harapan baru bagi mereka. Akhirnya mereka
ikut pelatihan selama hampir sebulan di Klaten. Naas tak bis dibendung,
menjelang keberangkatan, Desy divonis mengalami gangguan ginjal, sehingga haru
menjalani cuci darah seminggu dua kali. Rutin.
Bak sambaran
petir, ketika harapan mereka hampir terwujud untuk transmigrasi sebuah
perjalanan yang sangat berat harus mereka lalui. Apalagi harta yang tidak
seberapa sudah habis untuk mengurusi proses transmigrasi.
Dengan penuh
harapan mereka kembali ke lembaga zakat. Sempat mengalami kesulitan karena haru
menjadi pasien umum dengan biaya sendiri. Tidak terbayangkan berapa biaya untuk
cuci darah dan obat-obatan lainnya. Sudah hamper sebulan Desy tidak cuci darah.
Kulitnya mulai menghitam dan gatal mulai dirasakan. Itu tanda darahnya sudah
tidak bersih lagi.
Akhirnya dengan
bantuan lembaga zakat, Desy bisa cuci darah. Ia mendapatkan jadwal rutin di
sebuah rumah sakit.
Kini kembali
masalah lain menghadang. Bagaimana mereka akan membiayai kehidupannya. Lembaga zakat
kembali mengulurkan tangan untuk membantu mereka memulai usaha baru.
Kini mereka
mulai bisa menata kehidupan, berjualan sandal di beberapa pusat keramaian
menjadi kesibukan yang mendatangkan uang. Yang artinya, kehidupan mereka akan
lebih baik kedepannya. Insya Allah.
SEBUAH HIKMAH
Kisah nyata di
atas adalah sebuah gambaran kecil dari kehidupan jutaan rakyat jelata di negeri
ini. Sementara tidak jauh dari mereka ada kaum borju yang menghamburkan uang
tanpa kira-kira. Tugas kita untuk menjadi jembatan, karena bisa jadi si papa
menjaga harga diri untuk tidak meminta, dan si kaya tidak tahu cara untuk
membantu.
Kehidupan ini
singkat, harta hanya sekedar lewat. Menjadikannya abadi dengan berbagi adalah
sebuah kebijakan kehidupan yang sangat mulia. Saatnya berbagi dan menjadi salah
satu factor pengubah keadaan orang lain menjadi lebih baik lagi.
Cakap..... ini mah bukan buku pertama sepertinya, udah profesional bingits....
BalasHapus